Bermain adalah dunia anak. Setiap anak akan meluangkan sebagian besar waktunya untuk bermain. Hal ini terbentuk secara insting. Nalurinya akan menggerakkan dia untuk bermain dan mencari tahu berbagai hal yang dilihat dan didengarnya. Lalu dia mencari tahu apakah hal baru itu bisa menyenangkan baginya.
Jika menyenangkan, ia akan menerima dan mempelajarinya. Jika ternyata tidak mengasyikkan, ia akan segera mengalihkan perhatiannya pada hal lainnya. Begitu selanjutnya, dia akan mencoba segala sesuatu secara trial and error sampai terpuaskan rasa ingin tahunya.
Anak belum dapat memilih mana permainan yang cocok untuknya. Karena menentukan pilihan juga merupakan hal yang dipelajari oleh anak-anak, maka orang tua perlu memilihkan permainan yang cocok untuk kebutuhannya.
Orang tua harus tahu manfaat dari berbagai jenis permainan bagi kebutuhan anaknya atau mereka dapat mengambil hikmah dari suatu permainan yang sedang dilakukan anak.
Jadi tidak perlu bingung bila anak anda yang berusia 2 tahun membanting atau melempar mobil-mobilan atau handphone yang dipegangnya. Dia membutuhkan sarana melatih otot lengannya. Nalurinya menggerakkan dia untuk melempar benda apa saja sekuat tenaga. Kebetulan saja ayahnya memberikan handphone yang bobotnya pas untuk melatih otot lengannya, jadi dilemparnya HP itu sampai rusak.
Kalau saja ayahnya mengerti kebutuhannya, bukan HP yang masih bagus tetapi barang-barang yang dapat dilempar sekuat tenaga oleh anaknya. Atau HP yang sudah rusak total yang diberikan untuk dilempar.
Sangat penting bagi orang tua untuk mengetahui kebutuhan dasar anak untuk belajar serta motivasi yang sedang menggerakkannya.
Rasa aman untuk melakukan berbagai hal yang ingin dilakukan merupakan salah satu faktor utama dalam belajar.
Jika saja sang ayah dalam cerita di atas memarahi si anak karena merusakkan handphonenya. Si anak akan berhenti melempar barang-barang lagi karena takut dimarahi, tetapi dia juga berhenti belajar menggunakan lengannya untuk melempar. Jika salah satu bakatnya ternyata melempar pisau, maka ayahnya telah membuat dia kehilangan salah satu bakatnya yang berguna baginya untuk bertahan hidup di masa depan. Karena saat marah atau membentak, ayahnya menciptakan rasa tidak aman bagi si anak yang merusak semangat belajarnya.
Akibat negatif lain, si ayah telah mengajarkan rasa takut pada si anak. Padahal Allah telah memerintahkan agar kita hanya takut pada Allah, bukan yang lain. Rasa takut pada hal selain Allah akan menimbulkan rasa tidak aman yang menjadikan kita tidak membuat kemajuan.
Ketidakmampuan menumbuhkan rasa aman bagi seorang anak berakibat banyak hal negatif. Anak-anak nakal, pemalas, hingga pelaku kriminal adalah sebagian contohnya.
Rasa aman akan menumbuhkan percaya diri untuk berekspresi. Jadi mampukah kita merasakan jika anak sedang merasa tidak aman, lalu memberikan rasa aman yang dibutuhkannya?
From Lembaga Pendidikan Optimasi Anak – Prodigy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar