Seorang teman pernah bercerita kepada sy bahwa katanya Kurikulum itu berasal dari kata dasar Curricula dr bhs Prancis yg artinya “PENGALAMAN” jadi tepatnya Pengalaman hidup yg kelak akan di alami anak yg di susun dalam bentuk pembelajaran, jadi sebenarnya tujuan awal kurikulum itu sangat baik sekali, untuk mempersiapkan anak di kehidupan nyata dimasa depan. Begitu katanya.
Lalu sy menyanggahnya, “ Ah yang bener...? masa iya sich..? kalo memang begitu mengapa setelah saya dewasa dan memasuki usia paruh baya saya malah banyak merasakan berdasarkan pengalaman hidup saya setelah meninggalkan bangku sekolah, kok sepertinya buanyak sekali mata pelajaran yg sy tidak pernah sy gunakan atau butuhkan sebagai pengalaman hidup saya, sebut saja untuk apa sy dulu belajar algoritma (sinus, kosinus, tangen) sampai kepala “anget”, untuk apa saya dulu belajar integral parsial sampai otak “senut-senut”, dan untuk apa sy dulu harus menghafal menteri kabinet, membuat peta buta..? dan saya dengar malah anak murid zaman anakku sekarang malah diminta untuk menghafal tugas Mentri, Camat, Lurah dsb...untuk apa? kapan persisnya kita pernah gunakan ini semua. Mestinyakan nanti saja kalo sudah mau jadi Camat baru belajar tugas2nya untuk apa anak2 sekolah dasar sudah dibebani pelajaran yg tidak digunakannya sebagai pengalaman hidupnya nanti..?
Semakin panas pembicaran dan sayapun terus saja bicara...” bahkan justru yg menjadi pengalaman hidup saya banyak yg tidak pernah saya pelajari semasa disekolah dulu. Sebut saja, Efek makanan beracun bagi tubuh seperti Vetsin yg merusak otak, Zat pewarna yg merusak hati, Lemak jenuh penyebab kolesterol, kemudian cara berpacaran yg santun dan sehat bagi anak yg mulai menyukai lawan jenis, cara memilih pasangan hidup yg paling cocok, menjadi calon orang tua yg baik, bahaya merokok bagi kesehatan paru2 dan keuangan keluarga pas-pasan, membangun persahabatan sejati, bagaimana mengawali sebuah usaha, berdagang, membangun hubungan baik dengan orang lain, kreatifitas, mengambil keputusan, merancang masa depan, bercita-cita dan menggapai impian, mengatasi konflik hidup, membangun percaya diri, berbicara di depan umum dan banyak lagi yg menjadi kunci dan amat sangat sy butuhkan bagi hidup justru belum pernah di pelajari, ....
wow...ternyata banyak sekali yg sungguh sy butuhkan bagi hidup justru dulu sama sekali tidak pernah di singgung2 di sekolah.
Kalo begitu dimana letak kesalahannya ya...? Apa jangan2 para pembuat kurikulum sendiri sebenarnya tidak tahu arti dasar dari kata Kurikumlum itu sendiri....? atau apa ya......?
Saya jadi bertanya2 apakah untuk anak saya kedepan akan sy biarkan mengikuti kurikulum yg dulu pernah di pelajari ayahnya namun banyak sekali yg mubazir dan bikin stress, atau saya coba rancangkan sendiri kurikulum yg sungguh2 dibutuhkannya kelak jika ia sudah mulai beranjak remaja dan dewasa.
Teman saya itu hanya bisa menarik nafas dan mengelus dada mendengarkan sanggahan saya... tanpa bisa berkomentar.
Untung saja sebagai seorang aktivis pendidikan, kami punya banyak teman untuk di ajak tukarpikiran mulai dalam dan luar negeri dan sepertinya bersama teman2 kami memilih untuk membuatkan kurikulum sendiri bagi anak2 kami. Kurikulum yg tidak membebani anak, kurikulum yang tidak membuatnya stress, kurikulum yg sesuai minat dan bakatnya, kurikulum yg sungguh2 dia gunakan dan butuhkan kelak saat dewasa. Dan bukan kurikulum yg mubazir yg pernah di pelajari oleh ayahnya dulu hingga sering mengalami stress dan maag kronis hingga saat ini akibat tidak mengetahui dampak makanan, kebiasaan hidup yg merusak tubuh dan kesehatan.
Terimakasih para sahabatku, teman diskusiku, baik yg masih ada ataupun sudah tiada, semoga Tuhan selalu membimbingku untuk masa depan anakku dan jika memungkin juga bagi masa depan bangsaku yang lebih baik lagi.
From Ayah Edy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar