Alkisah, pada suatu ketika para binatang besar di hutan ingin mengadakan sekolah bagi para binatang kecil. Para binatang besar itu ingin mengajarkan mata pelajaran yang dianggap penting untuk keberhasilan hidup di hutan, yaitu pelajaran memanjat, terbang, berlari, berenang, dan menggali.
Tetapi, para binatang besar itu tak dapat sepakat untuk menentukan mata pelajaran mana yang paling penting. Sebagai keputusan, seluruh siswa diharuskan mengikuti seluruh mata pelajaran.
Saat sekolah dibuka dan menerima murid dari penjuru hutan, semuanya berbahagia. Semua berjalan lancar dan bergembira pada awalnya sampai suatu ketika terjadi peristiwa. Seekor kelinci kecil yang menjadi siswa di sekolah tersebut mengalami masalah. Tak ada seorang pun di hutan yang tak mengetahui bahwa kelinci terkenal piawai berlari. Tapi saat mengikuti kelas berenang, ternyata kelinci nyaris tenggelam. Pengalaman itu mengguncangkan kelinci. Dia berusaha terus berusaha mengikuti pelajaran berenang walaupun berada dalam trauma. Akibatnya, kelinci tak dapat lari secepat sebelumnya.
Demikian pun murid lain menghadapi masalah. Elang yang dikenal jago terbang ternyata menghadapi masalah dalam pelajaran menggali. Dia tak dapat berprestasi dalam pelajaran menggali sehingga harus belajar ekstra yang membuatnya melupakan keahlian terbangnya.
Demikianlah. Kesulitan demi kesulitan dialami oleh binatang-binatang kecil lainnya, seperti bebek, burung pipit, bunglon, ular, dan sebagainya. Para binatang kecil itu tidak memiliki kesempatan lagi untuk berprestasi dalam bidang keahlian mereka masingmasing. Ini lantaran mereka dipaksa melakukan hal-hal yang tidak menghargai sifat alami mereka.
Melalui ilustrasi di atas, kami coba gambarkan teori Multiple Intelligences dari Howard Gardner. Kecenderungan model pembelajaran di sekolah yang hanya mengembangkan dua jenis kecerdasan (kecerdasan bahasa dan logika) sering membuat anak-anak dinilai gagal.
Padahal, anak-anak yang dianggap gagal dalam sistem sekolah tersebut mungkin memiliki bentuk kecerdasan lain (kecerdasan ruang, kinestetis-jasmani, musikal, interpersonal, intrapersonal, naturalis). Walaupun mereka tidak cocok dengan sistem sekolah yang ada, bukan berarti mereka bodoh dan tak akan berhasil di masyarakat. Mereka hanya memiliki kecerdasan dan cara belajar yang berbeda dengan yang biasanya digunakan di sekolah pada umumnya.
Banyak sekolah dan pendidikan yang mencoba menerapkan teori Multiple Intelligences yang lebih menghargai keragaman bentuk kecerdasan dan gaya belajar anak yang menghargai dan mengembangkan anak secara individual.
Jika pengetahuan terhadap kondisi anak-anak ini dibawa ke dalam kesadaran, pengetahuan ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan sehingga anak-anak dapat mengoptimalkan potensi dirinya.
Jadi sejauh mana anak anda dihargai dan dikembangkan secara individual?
From Lembaga Pendidikan Optimasi Anak – Prodigy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar