Al Anfaal 28. "Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar."
Harta dan anak itu cuma sebagai cobaan, bukan yang lain. Kata yang dipakai disana adalah fitnah yang berarti cobaan atau ujian. Qur’an jika membahas suatu objek selalu punya konsistensi. Jika yang dibahas disitu dikatakan sebagai cobaan, maka akan selalu menjadi cobaan. Tidak pernah jadi rezeki.
Jika masih mengira bahwa mendapat harta dan uang itu mendapat rezeki, maka masih ada pemahaman yang harus diperbaiki.
Jika masih mengira bahwa anak itu merupakan aset orang tua di masa depan, maka masih ada pemahaman yang harus diperbaiki.
Berdasarkan bahasan sebelumnya bahwa Allah memberikan cobaan berupa pembebanan bagi manusia untuk mendidik dan melatihnya agar kemampuannya meningkat. Maka pemberian harta dan anak juga tentu masih dalam kerangka mendidik dan melatih.
Ciri-ciri bahwa seseorang harus belajar lagi adalah emosinya muncul. Biasanya emosi berupa rasa takut, panik, marah, sedih dan berbagai emosi lainnya. Emosi-emosi ini hanyalah indikator yang menunjukkan bahwa di tahap itu ada hal yang orang tersebut belum pahami.
Seseorang saat mendapatkan berbagai harta seperti uang, rumah, kendaraan atau perhiasan, biasanya ada perasaan bangga atau ingin segera membelanjakan uang. Perasaan ini awalnya akan muncul meluap-luap. Ini adalah indikator bahwa pemilik perasaan belum bisa menguasai perasaan tersebut, dia perlu belajar menguasainya agar mampu tetap tenang saat mendapatkan berbagai jenis harta.
Biasanya sesudah beberapa waktu perasaan bangga ini akan digantikan dengan munculnya perasaan takut kehilangan harta. Masih sama seperti perasaan sebelumnya, awalnya dia akan muncul secara meluap-luap. Ini juga adalah indikator bahwa pemilik perasaan belum bisa menguasai perasaan tersebut, dia perlu belajar menguasainya agar mampu tetap tenang saat harus kehilangan berbagai jenis harta.
Jika dia memilih untuk menuruti perasaannya, maka perasaannya akan jadi lebih kuat dan saat berikutnya dia menerima harta atau kehilangan harta, perasaan itu akan lebih hebat lagi. Lama-kelamaan dia hanya akan dikendalikan emosinya sendiri, bukan sebaliknya.
Pola yang sama bisa kita temukan juga pada saat seseorang mendapatkan anak atau saat kehilangan anak. Saat mendapatkan anak akan muncul perasaan bangga yang meluap-luap, saat membesarkan anak akan muncul perasaan takut kehilangan yang meluap-luap, dan juga saat kehilangan anak akan muncul perasaan sedih yang meluap-luap.
Itu semua hanyalah indikator bahwa pada momen-momen tersebut orang itu belum mampu untuk tetap tenang. Maka langkah yang seharusnya orang itu lakukan adalah belajar lagi menambah pemahaman kalau perlu mengubah sudut pandangnya supaya mampu tetap tenang.
Sandi Nugroho
Tidak ada komentar:
Posting Komentar