Pendahuluan
Kebanyakan dari kita yang pernah menghadiri kegiatan berkumpul di hari Jum'at akan langsung menyadari pentingnya kata "amin" atau "aamiin" dalam kehidupan kaum Muslim tradisional. Bagi anda yang tidak terlalu mengetahui dengan penggunaannya, kaum Muslim diharuskan mengucapkan "amin" setelah melantunkan Surah al-Fatihah dan setelah membaca doa. Sebenarnya, ini adalah satu-satunya kata yang diucapkan dengan keras saat shalat Jum'at bagi kaum Muslim tradisional (skg termasuk subuh, maghrib dan isya) setelah si imam menyelesaikan bacaan. Tujuan dari artikel ini adalah berusaha untuk mengetahui arti kata tersebut dan melacak sumber asli kata tersebut dalam sejarah.
Alasan Mengapa Kaum Muslim Mengatakan Amin
Merupakan suatu fakta yang diketahui, atau hampir diketahui, oleh semua orang bahwa kata ini sama sekali tidak terdapat di dalam Al-Qur'an. Lalu mengapa kaum Muslim tradisional begitu menganggap suatu kata yang bahkan tidak bisa ditemukan dalam kitab terakhir sebagai kata yang begitu penting? Ya, tebakan anda benar, bahwa kata ini bisa ditemukan di dalam Hadits, sumber kedua mengenai (dis)informasi urusan agama bagi kaum Muslim tradisional setelah Al-Qur'an. Dalam Shahih Bukhari Volume 6, Buku 2, terjemahan Inggris oleh Dr. M. Muhsin Khan, kita menemukan lagi suatu permata dari buah tulisan Abu Huraira. (Bila anda mengunjungi
http://www.usc.edu/dept/MSA/fundamentals/hadithsunnah/bukhari/, maka hadits tersebut terletak dalam Volume 1, Buku 12, Hadits nomor 749)
Terjemahan:
Narasi oleh Abu Huraira: Nabi Allah bersabda, "Ketika sang Imam mengucapkan: 'Ghairil-maghdhuubi 'alaihim waladh-dhaalliin [bukan jalan yang Engkau murkai, dan bukan jalan mereka yang sesat (1:7)], maka kamu harus mengatakan, 'Amin,' karena jika ucapan 'Amin' seseorang bertepatan dengan ucapan para malaikat, maka seluruh dosa-dosanya pada masa lampau akan dimaafkan."
Kesimpulan yang jelas dari Hadits di atas adalah bahwa fokusnya terletak pada waktu pengucapan ketimbang isinya. Saya harus berkata lain.
Jadi mengapa Nabi mengharuskan kaum Muslim untuk mengucapkan suatu kata dari Surah yang paling sering dibaca, dimana kata tersebut sama sekali tidak ada di dalam Al-Qur'an? Selain itu, pesan apa sebenarnya yang ingin beliau sampaikan kepada kaum Muslim dengan menyuruh mereka untuk "mengatur waktu" pengucapan 'Amin' dengan para malaikat agar dosa-dosa mereka di masa lampau diampuni? Nabi mustahil pernah mengatakan hal yang sangat menghinakan tersebut, karena kita bisa belajar dari Surah al-A'raf (QS 7) ayat 188 bahwa meskipun beliau, seorang rasul Allah, tidak mengetahui nasibnya sendiri.
Katakanlah: "Aku tidak berkuasa atas kemanfaatan atau kemudaratan bagi diriku kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang gaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudaratan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman". (7:188)
Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Pemelihara semesta alam.Seandainya dia mengada-adakan perkataan apapun atas nama Kami, niscaya benar-benar kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. Maka sekali-kali tidak ada seorang pun dari kamu yang dapat menghalangi dari pemotongan urat nadi itu. (69:43-47)
Satu-satunya penjelasan yang masuk akal dari Hadits tersebut, seperti banyak Hadits lainnya, adalah ia merupakan suatu kedustaan yang diatasnamakan kepada Nabi Muhammad.
Asal-Usul Amin
Kata ini bisa diperkirakan masuk ke dalam ajaran tradisional Islam dari sumber-sumber ajaran Krisitani atau Yahudi hampir 200-300 tahun setelah kematian nabi ketika buku-buku Hadits mulai tercipta. Fakta bahwa 'Amin' datang dari sumber Yahudi masuk ke dalam ajaran Kristiani diakui oleh Catholic Encyclopedia Vol. 1 1907:
Terjemahan:
"Kata Amin adalah satu dari beberapa kata Hebrew (Ibrani) yang diadopsi tanpa perubahan ke dalam liturgi Gereja… 'Sangat sering kata Ibrani ini diucapkan Juru Selamat Kami,' berdasarkan observasi catechism (doktrin manual Kristiani) Council of Trent (Konsili Trent), sehingga menyenangkan Ruh Kudus untuk mengabadikan kata itu di dalam Gereja Allah."
Merupakan sesuatu yang ironis bawa Ruh Kudus (bentuk spiritual dari Tuhan) akan memohon untuk mengimplementasikan sesuatu setelah mendengarnya dari mulut Sang Juru Selamat (Yesus Kristus)!
Kata 'Amin' didefinisikan dalam Concise Oxford English Dictionary sebagai suatu interjeksi sekaligus kata benda yang bermakna 'so be it (maka jadilah/tetapkanlah)' dan diucapkan di akhir doa atau hymne. Huruf akarnya, AMN, mempunyai konotasi berikut dalam bahasa Ibrani modern: mendidik, melatih, benar, terpercaya, membenarkan, kepercayaan diri, kesetiaan, perjanjian. Akar kata ini nampak sinonim dengan akar kata Arab yaitu Alif-Mim-Nun. Dengan mempelajari akar kata ini di dalam Lughat-ul-Quran (Leksicon Al-Qur'an) karya G. A. Parwez Edisi ke-4, 1998 mengkonfirmasikan bahwa tidak terdapat penyebutan secara eksplisit kata 'Amin' atau 'Aamiin' di dalam Al-Qur'an.
Hubungan Terhadap Paganisme
Seorang Muslim tradisional mungkin akan mengatakan bahwa meskipun 'Amin' tidak disebutkan di dalam Al-Qur'an, namun Nabi benar-benar menyuruh kita untuk diucapkan di dalam doa-doa kita. Selain itu, karena tidak ada yang salah dengan makna kata tersebut, maka tidak ada yang salah dengan penerimaan penggunaan kata tersebut.
Namun, asumsi ini dapat mempunyai implikasi yang serius jika kita telusuri asal-usul kata ini dalam sejarah, karena kita dapat menemukan bahwa kata 'Amin' memiliki konotasi berhala kaum Pagan. Dalam Columbia Encyclopedia, 6th Edition 2001 tertulis:
Terjemahan:
"Amon atau Amen (Amin), berhala Mesir. Dia pada aslinya merupakan dewa tertinggi Thebes; dia dan istrinya Mut dan anaknya Khensu merupakan tuhan-tuhan trinitas Thebes. Amon tumbuh menjadi penting di Mesir, dan pada akhirnya dia (dikenal sebagai Amon Ra, lihat Ra) menjadi dewa yang tertinggi. Dia diidentifikasikan dengan Zeus Yunani (Yupiter Romawi). Kuil Amon yang paling tersohor terletak di Siwa di gurun pasir Libya; peramalan Siwa lalu akan menjadi rival dari Delphi dan Dodona. Dia seringkali direpresentasikan sebagai kambing (ram) atau manusia berkepala kambing."
The Egypt Travel and Antiquities Guide dalam artikel mereka mengenai 'Amin' mendeskripsikan maknanya sebagai berikut:
Terjemahan:
"Dari semua atribut yang diberikan kepada Amen (Amin) dalam Kekaisaran Kuno tidak ada yang diketahui, namun, jika kita menerima arti 'hidden/tersembunyi' yang biasanya diberikan kepada namanya, kita harus menyimpulkan bahwa dia adalah personifikasi dari suatu kekuatan pencipta yang tersembunyi dan tidak diketahui yang diasosiasikan dengan masa awal yang penuh kegelapan (primeval abyss), dewa-dewa dalam penciptaan dunia, dan segala yang ada di dalamnya. Kata atau akar kata amen/amin, sudah pasti bermakna 'yang tersembunyi,' 'yang tidak terlihat,' 'yang tidak bisa dilihat,' dan semacamnya, dan fakta ini dibuktikan oleh banyak contoh yang dapat dikumpulkan dari teks bermacam-macam periode. Dalam hymne kepada Amen/Amin kita sering membaca bahwa dia 'tersembunyi terhadap anak-anaknya,' dan 'tersembunyi terhadap para dewa dan manusia,' dan telah dinyatakan bahwa ungkapan-ungkapan semacam ini hanya mengacu kepada 'bersembunyi' yakni 'terbenamnya' matahari setiap malam, dan ungkapan-ungkapan tersebut hanyalah harus dimengerti secara fisik, dan tidak memiliki arti lebih selain menghilangnya tuhan Amen/Amin dari penglihatan manusia di akhir hari. Nah, tidak hanya sang tuhannya sendiri yang dikatakan sebagai 'yang tesembunyi,' namun namanya pun 'tersembunyi,' dan bentuknya, or perumpamaannya, dikatakan sebagai sesuatu 'yang tidak diketahui'; pernyataan-pernyataan ini menunjukkan bahwa 'yang tersembunyi,' ketika diaplikasikan kepada Amen/Amin, sang tuhan besar, memiliki referensi kepada sesuatu yang lebih dari 'matahari yang menghilang di bawah horizon,' dan bahwa ia mengindikasikan suatu tuhan yang tidak dapat dilihat oleh mata manusia, dia yang tidak terlihat, sekaligus tidak dapat diteliti, baik terhadap dewa-dewa maupun manusia."
Dapat diasumsikan bahwa "tuhan yang tersembunyi" ini tidak lain adalah Iblis yang telah berhasil untuk menipu tidak hanya kaum Muslim, naum juga kaum Yahudi dan Kristiani sampai hari ini!
Fakta bahwa penyembahan "Amen" dan "Amen-Ra" telah menjadi popular tidak hanya di kalangan orang Mesir namun orang asing yang tinggal di daerahnya atau pada masa tersebut dapat ditangkap dari kutipan berikut dari artikel mengenai "Amen":
"Pemujaan Amen-Ra menyebar ke segala penjuru negeri baik utara maupun selatan Thebes, dan monument-monumen membuktikan bahwa hal tersebut berhasil masuk ke dalam seluruh wilayah kekuasaan Mesir di Syria, dan Nubia, dan di Oasis. Di bagian Mesir Atas pusatnya terletak di Thebes, Herakeopolis Magna; di Mesir Bawah pusatnya terletak di Memphis, Sais, Xois, Metelis, Heliopolis, Babylon, Mendes, Thmuis, Diospolis, Butus, dan Kepulauan Khemmis; di gurun pasir Libya ada di Oasis Kenemet, (yakni Farafra), dan Oasis Yupiter Ammon; di Nubia, terletak pada Wadi Sabua, Abu Simbel, Napata, dan Meroe; dan di Syria terletak di beberapa tempat yang pada saat itu dikenal sebagai Diospolis."
Amen/Amin, lalu istrinya, Mut beserta si anak Khensu adalah representasi dari Triad Thebe, keluarga suci dari kaum Thebes. Amen/Amin dikenal sebgai "Raja para dewa" pada masa Kekaisaran Baru di Mesir pada 1550-1070 SM ketika Thebes merupakan ibukota Mesir, dan pada periode inilah kaum Yahudi berada di sana sebagai budak. Selama 400 tahun perbudakan, nampak jelas bahwa kaum Yahudi kehilangan keyakinan monotheisme mereka dan jatuh ke dalam paganisme Mesir. Jika dalam rentang waktu 40 tahun selama eksodus mereka dapat menciptakan berhala lembu emas yang konon bisa berbicara, apakah terlalu mengada-ada untuk mengasumsikan bahwa kata 'Amin' menyusup ke dalam ritual keagamaan mereka – kata yang dinamai setelah dewa Mesir – yang tidak hanya kaum Yahudi gagal untuk menghilangkannya namun juga diwariskan kepada kaum Kristiani dan Muslim?
Bagi para skeptis, yang mungkin berargumentasi terhadap koneksi antara dewa Mesir "Amen" terhadap kata dalam penggunaannya zaman modern ini, saya akan mengutip bagian akhir dari paragraf di bawah judul "Amen" dari Catholic Encyclopedia, Vol 1 1907, yang entah secara sengaja atau tidak mengakui koneksi tersebut:
Terjemahan:
"Pada akhirnya, kita dapat mencatat bahwa kata Amen/Amin tidak jarang muncul dalam inskripsi-inskripsi (tulisan-tulisan) kaum Kristiani awal, dan kata tersebut sering diperkenalkan ke dalam mantra-mantra anathema (sesuatu yang terkutuk atau terusir) dan gnostis. Lebih lanjut, berdasarkan huruf-huruf Yunani yang membentuk kata Amen/Amin menurut nilai numericnya berjumlah 99 (alpha=1; mu=40; epsilon=8; nu=50), angka ini seringkali muncul dalam inskripsi-inskripsi, terutama yang berasal dari Mesir, dan suatu macam efek magis seperti diatributkan kepad simbol tersebut. Perlu juga dicatat bahwa kata Amen/Amin masih digunakan dalam ritual kaum Yahudi dan Muhammadan (Muslim)."
Kesimpulan
Terdapat beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari artikel ini. Pertama, tidak ada penyebutan kata 'Amin' di dalam Al-Qur'an dan sayang sekali bahwa kata ini menyusup ke dalam Islam melalui Hadits. Meskipun pada umumnya seorang Muslim mengakui bahwa 'Amin' merupakan kata yang juga digunakan oleh kaum Kristiani dan Yahudi dalam doa mereka, dia membuat suatu asumsi yang implicit bahwa kata itu merupakan kata Qur'ani yang juga dapat ditemukan di dalam Bibel dan Taurat. Mungkin dia juga akan berargumentasi bahwa tidak ada yang salah dengan mengucapkan 'Amin' di dalam doa kita dikarenakan makna yang dimengerti pada saat ini. Namun demikian, pembaca yang cerdas haruslah menanyakan kepada dirinya sendiri apakah dia masih ingin terus menggunakannya setelah mengetahui konotasi pagan yang meragukan yang dimiliki kata ini? Tidakkah kita bisa mencari kata lain untuk mengekspresikan keyakinan kita kepada Sang Maha Kuasa?
Hasil alamiah artikel ini adalah bahwa ia mempertanyakan filosofi imbalan bersih dari dosa dengan mengucapkan kata ini yang dianut kaum Muslim tradisional yang sangat didukung oleh Hadits. Sekarang di mana kita bisa menemukan ayat yang mengusulkan bahwa kita bisa menebus dosa kita hanya dengan mengucapkan suatu "mantra sakti mandraguna"? Hanya dengan pembelajaran yang tuluslah terhadap Al-Qur'an seseorang akan mendapatkan kedamaian di dunia dan akhirat.
Akhir kata, terdapat suatu peringatan kepada mereka yang "di tengah-tengah" yang mengatakan bahwa hanya mempercayai Hadits yang "Shahih"/Otentik. Setelah membaca artikel ini, dapatkah seseorang benar-benar bisa memisahkan gula dari air gula ketika diharuskan untuk membedakan antara Hadits yang benar dan yang salah? Oleh karena itu penting sekali untuk kita semua untuk memverifikasi semua informasi yang kita terima.
Dan janganlah kamu pegang teguh apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (17:36)
Saya harap pembaca yang cerdas akan menolak semua sumber sekunder dan berpegang teguh kepada petunjuk SATU-SATUNYA – Al-Qur'an.
Ikutilah apa yang telah diwahyukan kepadamu dari Tuhanmu; tidak ada Tuhan selain Dia; dan berpalinglah dari orang-orang musyrik. (6:106)
alhamdulillah...