Judul Buku : Trilogi ARKHYTIREMA, Buku Kesatu : Kelahiran
Penulis : Dicky Zainal Arifin
Penerbit : LEMURIAN Production
Resensi Oleh : Wilman Ramdani
Gambaran manusia sempurna sebagai khalifah Allah Swt di muka bumi mendapatkan tantangan dari teori Darwin yang menyebutkan manusia merupakan turunan langsung dari kera. Entah apa yang mendasari teori ini, namun ilmuwan muslim, Harun Yahya membantah teori Darwin tersebut sebagai penipuan terhadap eksistensialisme manusia sebagai pemimpin di muka bumi.
Antitesis lain menyebutkan bahwa teori Darwin seakan mencabut akar-akar kemanusiaan sehingga terbentuk image atau citra a-historisitas dan diakronisasi eksistensi manusia jaman ADHAMA (red: ADAM) hingga jaman sekarang. Keadaan ini secara langsung mendudukan manusia menjadi mahluk keturunan kera, tidak memiliki intelektual tinggi, dan tentunya berada pada masa kegelapan sejarah manusia. Sedihnya lagi, penggambaran manusia kera ini “dilesakan” dalam struktur pendidikan nasional yang masuk dalam kurikulum-kurikulum sekolah di tanah air.
Berlawanan dengan pengetahuan sekarang yang kerap menghubungkan manusia dengan kera, ternyata sejarah manusia sejak ADHAMA termasuk keturunan-keturunanya hingga jaman NOAH memiliki peradaban yang sangat tinggi. Sebuah peradaban dengan teknologi yang sangat tinggi (hightech) -kalau tidak dikatakan sebuah peradaban nanotech.
Bagaimanakah fenomena kehidupan jaman generasi awal ADHAMA? Bagaimanakah sistem budaya, struktur ideologi, konstruksi pengetahuan, bahkan bagaimana sistem sosial, ekonomi, politik? Apakah sama persis dengan jaman sekarang, ataukah memiliki kekhasan-kekhasan sistem? Bagaimanakah munculnya tulis menulis? Lalu bagaimana sistem agama sejak ADHAMA, apakah ajaran hanifnya sinkron dengan ajaran HAMMADZ (red: Nabi MUHAMMAD SAW)?
Melalui Novel ARKHYTIREMA; edisi kelahiran ini, pertanyaan-pertanyaan di atas dipaparkan secara utuh, realis, dan fenomenal, mulai dari tradisi kelahiran (BHABAR) hingga petualangan ke galaksi lain di jagat raya ini. Secara umum, novel ini terbagi dalam dua bagian. Bagian pertama menceritakan sosok ARKHYTIREMA, mulai dari kelahirannya hingga proses pendidikan yang ditempanya. Sedangkan bagian yang kedua menceritakan petualangan ARKHYTIREMA ke galaksi lain dalam mencari manusia pertama ADHAMA.
“Modernnya” Jaman Dulu
Salah satu kebanggan jaman modern sekarang adalah melahirkan di dalam air atau dengan istilah lain water birth. Dalam konsepsi ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang, proses melahirkan dalam kondisi water birth merupakan sarat teknologi tinggi.
Mungkin anggapan seperti ini tidak sepenuhnya benar, karena pada jaman dulu, di IZLAN LEMURIAN (BENUA LEMURIAN) tradisi water birth sudah pemandangan sehari-hari. Bahkan proses BHABAR (melahirkan) tersebut dilakukan di sebuah MORTAPHRABEENA, yaitu sebuah tempat yang dikondisikan seperti di dalam rahim dengan menggunakan plasenta sintetis yang dihubungkan viva cerobong untuk “memflug in” ilmu pengetahuan dan teknologi (halaman 9).
Praktis, saat kelahiran, si ibu sama sekali tidak merasakan sakit dan si bayi pun sudah memiliki dasar-dasar pengetahuan yang sudah “diflug in” tadi, tinggal dalam proses kehidupannnya, sang bayi dirangsang melalui sistem pendidikan (PRODIMAAR) agar akal dan hatinya merealisasikan konsepsi yang sudah ada.
Proses BHABAR (kelahiran) ini, sebenarnya mengedepankan isu tokoh seorang anak bangsa LEMURIAN bernama ARKHYTIREMA yang diambil dari istilah (kejadian) yang berasal dari kata ARK (bahtera), KHY (tenaga), TI (dari), RHEM (12 planet dalam keadaan berhenti) A (panggilan untuk anak). Jadi, ARKHYTIREMA berarti anak bahtera yang memiliki tenaga dari 12 planet dalam keadaan berhenti (halaman 29).
Pada waktu itu ARKHYTIREMA lahir diperkirakan pada 419 ORIGOM atau 40.000 SM. ARKHYTIREMA lahir ketika IZLAN LEMURIAN, atau juga dikenal dengan nama Bangsa MU, belum dihancurkan oleh BHALLAMIN, raja Bangsa ATLANTIS.
Pasca BHABAR, ARKHYTIREMA kecil menimpa pendidikan dalam sistem pendidikan PRODIMAAR, yaitu sistem pendidikan yang memaksimalkan potensi anak tanpa mengganggu kebebasan anak berpikir dan bergerak. Pada masa ini, pendidikan yang ditempa sungguh sangat berbeda dengan jaman modern sekarang. Sistem pendidikan PRODIMAAR berupa visual dan audio yang disisipi subliminal program, yaitu sebuah sistem yang dirancang untuk mempengaruhi alam bawah sadar agar ilmu pengetahuan secara otomatis “menempel” di alam bawah pemikiran anak tersebut (halaman 37).
Dari PRODIMAAR inilah, ARKHYTIREMA mulai menemukan rasa dan pemikiran kritis terhadap fenomena kehidupan, manusia, planet dan jagat raya. Bahkan kekritisannya itu menyebabkan dirinya terpacu untuk mencari sang pencipta dan melakukan petualangan ke berbagai galaksi. Khusunya dalam sebuah sessi di Ruang GAMMA (red: seperti ruang kelas laboratorium sekolah), ARKHYTIREMA kecil sempat bertanya, “bolehkah saya bertemu dengan Sang Pencipta? Seperti apakah Beliau? Apakah seperti kita? Ataukah mahluk yang tidak pernah bisa kita bayangkan?” ucapnya kepada profiler.
Profiler tersebut didampingi kedua orang tua ARKHYTIREMA, dan disaat anaknya bertanya seperti itu, sang ayah langsung angkat bicara, “ABHA (red: ayah) belum pernah bertemu dengan Sang Pencipta, Tetapi apabila ingin merasakan DATHnya (red: zat), perhatikanlah ciptaan-ciptaanNya, disana terkandung rahasia yang sangat luar biasa, apabila kita mau berpikir. Bagaimana kita hidup? Bagaimana kita berjalan? Bagaimana sebuah mahluk itu dari tidak ada menjadi ada? Tidak mungkin semua itu berdiri sendiri, pasti ada yang menciptakan. Apabila kita membuat sesuatu, seperti yang pernah ABHA contohkan membuat robot plasma, pasti kita buat robot-robot plasma tersebut tidak memikirkan yang mebuatnya. Tergantung dari programnya. Kita tidak deprogram untuk memikirkan Sang Pencipta, seperti kita memprogram robot plasma, agar dia tidak bisa berpikir, hanya sekedar melaksanakan apa yang kita perintahkan. Meskipun kita sudah membuat kecerdasan buatan, tetapi kita tidak bisa memprogram kecerdasan buatan tersebut untuk mengerti sang programmer. Ketika kita memikirkan sang pencipta, tidak akan pernah terbayang mahluk apapun karena program tersebut tidak ada di alam bawah sadar. Kita tidak ditanamkan memori tentang itu” (halaman 80).
Mendengar penjelasan sang ayah, ARKHYTIREMA terdiam sejenak. Tidak mungkin bagi dirinya bertemu Sang Pencipta. Namun karena jiwa mudanya masih penuh dengan semangat belajar dan berpetualang, rasa penasaran itu selalu tertanam dan selalu belum terpuaskan. Akhirnya ARKHYTIREMA memutuskan untuk mencari ADHAMA yang kekuatannya melebihi dirinya.
Petualangan Mencari ADHAMA
“Aku harus bertemu dengan ADHAMA. Aku harus menemukan beliau untuk menguji seperti apa kekuatan manusia yang memiliki penguasaan energy 100%,” ucap ARKHYTIREMA penasaran ingin mencoba menjajal kekuatan ADHAMA (halaman 101).
Ia kemudian meminta ujin kedua orang tuanya, namun kedua orangtuanya hanya mengerutkan dahi dan terdiam. Kedua orangtuanya sadar bahwa mereka tidak bisa menahan keiingintahuan anaknya sendiri. Orang tuanya akan mengijinkan dirinya mencari ADHAMA apabila Dewan Lemurian mengijinkan. Dengan diskusi yang cukup alot, akhirnya Dewan Lemurian yang dipimpin RHAMIDAAR akhirnya mengijinkan ARKHYTIREMA mencari ADHAMA. Pada saat inilah dimulainya petualangan ARKHYTIREMA pergi ke galaksi-galaksi lain melalui BARQHA.
Melalui BARQHA, yaitu sebuah alat untuk menghubungkan portal ke portal lain melalui worm hole, ARKHYTIREMA kemudian menjelajah galaksi-galaksi lain yang ternyata memiliki kehidupan yang persis sama dengan di ARDH GRUMMA (red: Bumi). Di setiap Planet yang dilewatinya, ARKHYTIREMA dihadapkan berbagai konflik yang berbeda-beda.
Kedatangan ARKHYTIREMA terkadang disambut bak seorang dewa, namun di planet lain disambut sebagai pengacau. Namun konflik-konflik tersebut muncul dari NISPHA-NISPHA (Nafsu) penghuni planet (bahkan para pendatang) yang cenderung ingin menguasai planet tersebut. ARKHYTIREMA muncul seperti “Sang Pembebas” yang selalu dapat enyelseaikan masalah dengan mendudukan keadilan dan kesejahteraan bagi semua penghuni planet tersebut.
Nampaknya para pembaca disuguhkan sebuah cerita dari sebuah dongeng yang belum pernah terlintas sedikitpun, namun keadaan itu merupakan kejadian nyata yang dialami ARKHYTIREMA. Selain itu, novel ini sarat dengan ajaran-ajaran dan petuah-petuah bijak, terutama bagaimana menghormati sesama, berbuat adil dan beribadah kepada Yang Maha Kuasa (red: Allah Swt).
Sistematisasi bahasanya cukup sederhana, tidak ada cerita flash back, semuanya mengalir dari sebuah kehidupan ARKHYTIREMA. Bentuk redaksi bahasa pun sangat berbeda dari biasanya. Istilah-istilah baru dalam novel ini sengaja dibuat menggunakan Huruf Kapital sehingga memudahkan para pembaca untuk mengingat istilah-istilah tersebut. Selain itu, novel ini juga dilengkapi dengan glosarium yang sengaja terpisah untuk memudahkan pembaca menemukan arti-arti dari redaksi bahasa yang sulit dimengerti.
Memang diakui penulis, novel ini sedikit memunculkan pro kontra terkait bangunan sejarah mengenai agama, kebudayaan dan peradaban manusia. Namun setidaknya novel ini memberikan pengetahuan yang hakiki mengenai tugas dan hakekat manusia sebagai KHALIFAH di muka bumi. Selamat membaca!
Sember : Kompasiana
sangat menarik sekali..hakiki pendidikan sejarah dst sangat d btuhakan dlm kndisi bangsa yg kita yg ter"lupa" jati dirinya...
BalasHapusOK
BalasHapusHe..he..lucu ya ceritanya...
BalasHapuslanjut... hidup FIKSI... !!!